Beberapa waktu lalu saya mengalami kejadian yang cukup mendebarkan. Saat hendak berjalan ke belakang rumah lewat samping, langkah saya hampir saja menginjak seekor ular yang sedang melingkar diam di tanah. Kalau tidak jeli, mungkin kaki saya benar-benar sudah mendarat tepat di atas tubuhnya.
Dari penampakan dan corak tubuhnya, ular ini diduga merupakan Ular Kukri (Oligodon purpurascens). Ular kukri dikenal dengan pola belang-belang cokelat kehitaman yang membuatnya pandai berkamuflase dengan tanah maupun dedaunan kering. Meskipun bukan termasuk ular berbisa mematikan, ular ini tetap bisa menggigit bila merasa terancam. Giginya yang khas seperti pisau “kukri” tajam dan kuat, biasanya digunakan untuk merobek telur mangsanya, tapi kalau mengenai kulit manusia tentu saja bisa menimbulkan luka yang cukup dalam.
Sejak saya bertugas di pedalaman Kalimantan, tepatnya di Desa Tumbang Baraoi, Kecamatan Petak Malai, Katingan, Kalimantan Tengah, pertemuan dengan ular sudah menjadi hal yang cukup sering terjadi. Bahkan beberapa jenis ular yang sebelumnya belum pernah saya temui ketika masih tinggal di luar daerah, kini justru sering saya jumpai di sekitar rumah. Alhamdulillah, sampai saat ini saya belum pernah digigit ular—dan tentu saja saya berdoa semoga tidak pernah mengalami musibah semacam itu.
Tinggal di daerah yang masih dikelilingi hutan membuat saya juga harus siap dengan “tamu tak diundang” lain. Kalajengking besar, kelabang, bahkan lipan raksasa kadang bisa sampai masuk ke dalam rumah. Ada satu kejadian yang membuat saya dan keluarga benar-benar waspada: seekor lipan besar hampir menggigit kaki istri saya ketika berada di kasur. Untung saja segera terlihat sebelum sempat terjadi hal yang tidak diinginkan.
Kembali ke cerita ular tadi, saya hampir menginjaknya karena kamuflasenya benar-benar menyatu dengan serasah di tanah. Untungnya dia tidak agresif dan hanya diam melingkar. Saya pun memutuskan untuk menjauh perlahan dan mengabadikan fotonya dari jarak aman.
Sebagian besar hewan yang saya temui, baik ular maupun serangga besar, biasanya tidak saya bunuh kalau tidak benar-benar membahayakan. Jika saya yakin, saya akan berusaha menangkapnya dengan alat bantu dan cara yang aman, lalu mengevakuasinya kembali ke dalam hutan agar bisa tetap hidup di habitat aslinya. Saya percaya menjaga keseimbangan alam di sekitar tempat tinggal adalah bagian dari tanggung jawab kita juga.
Tips praktis menghadapi ular/hewan berbahaya di sekitar rumah pedalaman:
Selalu gunakan alas kaki saat berjalan di sekitar halaman, kebun, atau hutan.
Saat malam hari, gunakan senter agar bisa melihat jelas langkah kita.
Jaga kebersihan sekitar rumah agar tidak menjadi tempat persembunyian hewan.
Jika bertemu ular, tetap tenang dan jangan panik. Jangan mencoba membunuh kecuali benar-benar darurat.
Jika memungkinkan, gunakan alat bantu seperti tongkat atau pengait untuk mengevakuasi hewan berbahaya ke luar rumah dengan cara yang aman.
Ajarkan anggota keluarga, terutama anak-anak, untuk tidak bermain atau menyentuh hewan yang tidak dikenal.
Pengalaman ini kembali mengingatkan saya betapa berharganya kewaspadaan kecil dalam kehidupan sehari-hari di pedalaman. Meski kadang mendebarkan, semua ini bagian dari warna-warni hidup di tengah alam yang masih begitu dekat dengan hutan.