www.mjumani.net - Halo Sobat Guru Pedalaman, kembali lagi dengan kisah keseharian ku selama bertugas di pedalaman Kalimantan. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan selalu dalam limpahan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa. Kamis petang itu, seperti biasa, aku pulang menjelang magrib setelah bermain sepak bola di lapangan Buluh Merindu, Kecamatan Petak Malai. Badan penuh debu dan keringat, aku segera bergegas menuju kamar mandi. Di luar, langit tampak muram awan hitam bergulung, angin bertiup kencang, dan aroma tanah basah mulai terasa. Tanda-tanda hujan lebat sudah di depan mata.
Belum lama aku berada di kamar mandi, tiba-tiba terdengar suara menggelegar begitu keras, nyaring, dan memekakkan telinga. Suara itu membuat jantung seisi rumah berdebar kencang, bahkan para guru di rumah sebelah pun keluar untuk memastikan apa yang terjadi. Sekilas, kami semua mengira itu suara petir yang menyambar di sekitar perumahan.
Selesai mandi, aku langsung menuju kantor untuk mencabut beberapa stop kontak peralatan elektronik sebuah kebiasaan kecil yang selalu kulakukan setiap kali hujan dan petir datang, demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Namun ada yang ganjil malam itu. Setelah beberapa saat, tak terdengar satu pun dentuman petir susulan, tak ada kilat yang menyambar, dan hujan pun turun hanya sebentar. Suasana sepi, tapi rasa penasaran makin besar.
Akhirnya aku mengambil senter dan melangkah ke belakang rumah. Di sanalah sumber suara itu terjawab. Sebatang pohon karet tua rupanya tumbang dan menimpa atap rumah, dari bagian dapur hingga ke puncak genteng. Syukurlah, batangnya tidak terlalu besar, dan pohon itu sudah kering. Kalau tidak, mungkin ceritanya akan jauh lebih menegangkan.
Karena malam sudah semakin larut dan hujan masih turun rintik-rintik, aku memutuskan untuk mengevakuasinya keesokan hari saja. Malam itu aku duduk sejenak di ruang tamu, masih mendengar suara angin di luar yang terus berdesir. Dalam hati, aku bersyukur—bukan hanya karena rumah masih aman, tapi juga karena kejadian kecil itu menjadi pengingat bahwa hidup di daerah pedalaman memang penuh dengan kejutan dan pelajaran.
Cuaca di Petak Malai sering kali sulit ditebak. Angin kencang, badai petir, dan hujan deras bisa datang tiba-tiba tanpa tanda. Namun di balik itu semua, ada rasa syukur dan keteguhan yang tumbuh: bahwa di tempat terpencil sekalipun, kita belajar untuk selalu waspada, sabar, dan bersyukur atas perlindungan yang masih diberikan.
