Melacak Reptil dan Amfibi Tahura Sultan Adam

www.mjumani.net - Istilah Herpetofauna mungkin masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat. Saya sendiri baru memahami pengertian istilah tersebut setelah mendengar kata ini beberapa kali. Berdasarkan penelusuran di google, definisi Herpetofauna adalah kelompok hewan dari kelas reptil dan amfibi (Das, 1997). Pada saat ini keberadaan herpetofauna masih dianggap kurang penting jika dibandingkan dengan kelas Mamalia dan Aves (Farikhin et. al., 2012).

Hylarana picturata
Hylarana picturata

Namun, kita tetap harus ingat, sebagai bagian dari ekosistem, setiap fauna tentu memiliki peran masing-masing yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Karena setiap mereka telah menempati posisinya di jaring-jaring makanan. Kehilangan salah satu dari mereka akan berdampak pada terganggunya kestabilan ekosistem.

Leptobrachium sp
Leptobrachium sp

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan kesempatan ikut serta dalam observasi herpetofauna bersama tim dari Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) ke Taman Hutan Raya Sultan Adam, Kalimantan Selatan. Observasi yang lebih memfokuskan kepada kelompok amfibi terutama spesies katak dan kodok itu memberikan wawasan dan pengalaman baru yang sangat mengesankan. 

Sejauh yang saya ingat, dalam beberapa tahun terakhir paling tidak ada enam kali saya berkunjung ke kawasan tahura yang juga dibuka sebagai objek ekowisata dan hutan pendidikan ini. Namun tidak pernah terbetik untuk ingin tahu seberapa luar biasanya kawasan konservasi ini menyimpan kekayaan fauna jenis amfibi terutama jenis katak dan kodok. 

Kegiatan ini telah membuka mata dan rasa bangga akan kekayaan biodiversitas negeri ini. Sekaligus memberikan pencerahan karena selama ini kita mungkin terlalu "merendahkan" bangsa sendiri dan terpaku pada kehebatan bangsa lain.  Padahal kenyataannya justru terbalik, di luar sana negara-negara begitu "ngiler" melihat kekayaan alam Indonesia tidak terkecuali Keanekaragaman flora dan faunannya. 

Contoh kecil dari pernyataan saya tersebut adalah, tahukah kamu kalau salah satu katak terkecil di dunia ada di Tahura ini. Spesies katak bernama Microhyla borneenis ini hanya berukuran sekitar 10,6 mm -12,8 mm. Katak jenis lain yang juga berukuran mini adalah Chaperina fusca yang berukuran 18-21 mm untuk jantan dan 20-26 mm untuk betinanya. Tidak hanya yang berukuran mini, jenis katak raksasa dari genus Limnocetes juga ada di kawasan ini, jenis katak raksasa seperti yang baru-baru ini ditemukan di Enrekang tersebut dapat mencapai bobot 1,5 kg. 

Tentu saja upaya melacak keberadaan jenis-jenis katak dan kodok tersebut tidak mudah. Seperti kegiatan herping kami beberapa waktu yang lalu misalnya, hujan yang mengguyur lokasi semenjak kami tiba tidak hanya harus membuat kami berjuang menahan dinginnya udara tetapi juga harus sanggup menelusuri lantai hutan yang licin, dan dengan berbagai resiko lainnya. 

Karena itulah, sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, kita sebagai warga negara Indonesia harus berbangga dan sudah saatnya menaruh perhatian lebih terhadap kekayaan alam flora dan fauna yang tak ternilai harganya, minimal dengan menjaga lingkungan seperti mengurangi penggunaan sampah plastik, tidak melakukan vandalisme dan aktivitas lainnya yang dapat merusak alam khususnya habitat satwa. 

Indonesia memiliki sekitar 7,3 persen dari total jumlah reptil yang ada di dunia atau sekitar 511 jenis, dan 150 nya adalah endemik. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara ke empat yang memiliki kekayaan fauna reptil di antara seluruh negara di dunia. 

Keanekaragaman jenis ampfibi Indonesia pun sangat luar biasa, setidaknya ada 270 jenis amfibi yang sudah tercatat dan 100 diantaranya bersifat endemis, yang menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat ke enam dunia di bidang keanekaragaman jenis amfibi.

Sayangnya meski Indonesia memiliki keanekaragaman herpetofauna yang luar biasa, perhatian terhadapnya masih sangat minim. Tidak banyak lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah yang secara intensif melakukan eksplorasi dan identifikasi dan mempublikasinyannya kepada masyarakat umum sehingga banyak kawasan menjadi habitat hewan ini rusak baik karena faktor ketidak tahuan maupun kesengajaan, karena kurangnya pemahaman masyarakat akan sama pentingnya hewan-hewan tersebut bagi ekosistem.